Jumat, 03 April 2009

pandangan Aristoteles ZOON POLITICON

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Manusia sejak awal lahirnya adalah sebagai makhluk sosial (ditengah keluarganya). Makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan dizaman apapun selalu hidup bersama, hidup berkelompok-kelompok.sekurang-kurangnya hidup berkelompok itu terdiri dari satu suami dan satu istri ataupun ibu dan bayinya.
Aristoteles(384-322 sebelum masehi), seorang ahli fikir yunani menyatakan dalam ajaranya, bahwa manusia adalah ZOON POLITICON, artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dengan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat . dari sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial.
B. TUJUAN
1. Memamahi pandangan manusia menurut Aristoteles
2. Mengetahui definisi manusia menurut Aristoteles
3. Mempelajari makna manusia sebagai makluk sosial
4. mengetahui ciri makhluk sosial menurut Aristoteles

C. RUMUSAN MASALAH

1. Pandangan manusia menurut Aristoteles
2. Definisi manusia menurut Aristoteles
3. Makna manusia sebagai makluk sosial
4. Ciri makhluk sosial menurut Aristoteles
BAB II
PEMBAHASAN


A. DEFINISI MANUSIA.MENURUT ARISTOTELES,
Aristoteles(384-322 sebelum masehi), seorang ahli fikir yunani menyatakan dalam ajaranya, bahwa manusia adalah ZOON POLITICON, artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dengan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat . dari sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial.
Aristoteles mendefinisikan manusia. Aristoteles, seorang filosof Yunani, terkenal dengan gagasannya tentang manusia sebagai makhluk sosial; makhluk yang hidup bersama manusia yang lain; makhluk yang ada dan berelasi dengan manusia lain. Bahwa manusia itu makhluk sosial tidak hanya bermaksud menegaskan ide tentang kewajiban manusia untuk bersosialisasi dengan sesamanya, melainkan ide tentang makhluk sosial terutama bermaksud menunjuk langsung pada kesempurnaan identitas dan jati diri manusia. Mengapa demikian? Sosialitas adalah kodrat manusia. Manusia tidak bisa hidup sendirian. Manusia memerlukan manusia lain. Secara kodrati, manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk hidup dalam kebersamaan dengan yang lain untuk belajar hidup sebagai manusia. Manusia adalah makhluk yang mencari kesempurnaan dirinya dalam tata hidup bersama. Manusia lahir, tumbuh dan menjadi insan dewasa karena dan bersama manusia lain. Maka definisi manusia sebagai makhluk sosial secara langsung bermaksud menegaskan bahwa hanya dalam lingkup tata hidup bersama kesempurnaan manusia akan menemukan kepenuhannya. Hidup dan perkembangan manusia, bahkan apa yang disebut dengan makna dan nilai kehidupan manusia hanya mungkin terjadi dalam konteks kebersamaan dengan manusia lain. Makna dan nilai hidup akan tertuang secara nyata apabila manusia mengamini dan mengakui eksistensi sesamanya. Juga pemekaran sebuah kepribadian akan mencapai kepenuhannya jika manusia mampu menerima kehadiran sesamanya
Apa yang menjadi tujuan hidup bersama? Tujuannya adalah good life. Hidup bersama ada secara natural karena masing-masing pribadi menghendakinya. Masing-masing pribadi menghendakinya karena sadar bahwa kesempurnaan dirinya hanya tercapai melalui kebersamaanya dengan manusia yang lain. Hidup bersama dengan demikian bukan pertama-tama sebuah “gerombolan” tanpa tujuan, melainkan sebuah kesatuan dan sistem yang terarah kepada kesempurnaan dan keutuhan masing-masing individu. Hidup bersama ada pertama-tama untuk memenuhi kehendak dan tujuan setiap pribadi manusia untuk menyempurnakan dirinya. Inilah yang dimaksud good life, yaitu teraktualisasinya kesempurnaan hidup masing-masing manusia dalam konteks hidup bersama.
Dalam pemikiran Aristoteles, manusia sebagai pribadi sungguh-sungguh merupakan elemen yang sangat penting dan fundamental bagi tata hidup bersama. Konsekuensi logis dari penegasan ini adalah bahwa setiap manusia harus memiliki komitmen untuk memperhatikan sesamanya dan berupaya untuk memusatkan diri pada mereka. Disposisi altruistis ini terutama dapat tercetus dari ketulusan dan dedikasi setiap individu dalam memotivasi diri sendiri dan orang lain untuk secara terus menerus mengupayakan hidup yang sempurna dan hidup yang selalu terarah pada apa yang baik bagi sesamanya.


B. MAKNA MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, karena memang manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi, bermasyara kat / bersilaturahmi dengan sesama serta dapat saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya.
Kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan dasar (naluri) manusia itu sendiri yang dinamakan Gregariousness. Maka dengan demikian manusia merupakan makhluk sosial ( Homo Socius) yaitu makhluk yang selalu ingin berinteraksi dengan sesama/ bergaul. Adapun ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama sesamanya dinamakan ilmu sosiologi.
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya di ungkapkan oleh Adam Smith ( 1723-1790) dalam bukunya yang berjudul “ An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nations”, yaitu Manusia merupakan makhluk ekonomi ( Homo Economicus) yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya.

C. CIRI CIRI MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki naluri untuk saling tolong menolong, setia kawan dan toleransi serta simpati dan empati terhadap sesamanya. Keadaan inilah yang dapat menjadikan suatu masyarakat yang baik, harmonis dan rukun, hingga timbullah norma, etika dan kesopan santunan yang dianut oleh masyarakat. Bila hal hal diatas dilanggar atau terabaikan maka terjadilah yang dinamakan penyimpangan sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 2 hasrat yaitu:
1.Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia yang lain di sekelilingnya
( Masyarakat).
2.Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Manusia sejak awal lahirnya adalah sebagai makhluk sosial (ditengah keluarganya). Makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Aristoteles(384-322 sebelum masehi), seorang ahli fikir yunani menyatakan dalam ajaranya, bahwa manusia adalah ZOON POLITICON, artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dengan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat . dari sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, karena memang manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi, bermasyara kat / bersilaturahmi dengan sesama serta dapat saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya.
Kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan dasar (naluri) manusia itu sendiri yang dinamakan Gregariousness. Maka dengan demikian manusia merupakan makhluk sosial ( Homo Socius) yaitu makhluk yang selalu ingin berinteraksi dengan sesama/ bergaul. Adapun ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama sesamanya dinamakan ilmu sosiologi.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 2 hasrat yaitu:
1.Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia yang lain di sekelilingnya
( Masyarakat).
2.Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya

Kamis, 02 April 2009

pengembangan dan perencanaan SDM

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ANALISIS PEKERJAAN

Dalam suatu organisasi yang kecil, mungkn saja di rasakan pentingnya membentuk suatu organisasi yang khusus menangani masalah-masalah sumber daya manusia. Dalam situasi demikian mungkin saja adanya pangkalan informasi sumber daya manusia tidak di rasakan mendesak untuk dikembangkan. Alas an uramanya ialah karena para manager pelaksana kegiatan pokok organisasi dianggap sudah mengetahui cirri, standard an persyaratan ketenaga kerjaan yang diperlukan dalam melakukan berbagai tugas yang menjadi tanggung jawab satuan kerja yang dipimpinya.

Para tenaga spesialis dibidang pengelolaan sumber daya manusia tidak selalu memiliki pengetahuan yang mendalam tentang semua jenis pekerjaan yang terdapat dalam satuan-satuan kerja lain dalam organisasi.

Sebagai definisi yang dimaksud dengan analisis pkerjaan adalah usaha yang sistematik dalam mengumpulkan, menilai dan mengorganisasikan semua jenis pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi.

Kegiatan analisis pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu organisasi. Dikatakan demikian karea berbagai tindakan dalam pengelolaan sumber daya manusia tergantung pada informasi – informasi tentang analisis pekerjaan y ang telah dilakukan. Teori manajemen sumber daya manusia memberi petunjuk bahwa ada paling sedikit sepuluh kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang penyelenggaraannya dengan baik di dasarkan pada informasi yang berhasil di kumpulkan.

Pertama, informasi analisis pekerjaan memberikan gambaran tentang tantangan yang bersumber dari lingkungan yang mempengaruhi pekerjaan para pekerja dalam organisasi.

Salah satu implikasi \nya ialah bidang pelatihan yang harus segera direncanakan dan dilaksanakan sehingga apabila tiba saatnya pekerjaan-pekerjaan tertentu dilakukan oleh mesin, para pegawai yang tadinya melakukan pekerjaan tersebut langsung dibekali dengan keterampilan lain sehingga mereka tetap diberikan kesempatan memeberikan kontribusinya yang maksimum.

Kedua, menghilangkan persyaratan pekerjaan yang sebenarnya tidak diperlukan karena didasarkan pada pemikiran yang diskriminatif. Dimasyarakat yang menganut pahm demokrasi dan tidak mengenal perlakuan yang bersifat deskriminatif dalam bentuk apapun hal ini mungkin tidak menjadi masalah. Akan tetapi para analis pekerjaan tetap harus mewaspadai situasi organisasi agar jangan sampai ada kebijaksanaan di bidang kepegawaian yang bernada diskriminatif.

Ketiga, analisis pekerjaan harus juga mampu menemukan unsure-unsur pekerjaan yang mendorong atau menghambat mutu kekaryaan para anggota organisasi.

Perwujudan paling nyata dari perlakuan yang manusiawi adalah apabila hartkat dan martabat manusia pekerja itu dihormati dan dijunjung tinggi.

Keempat, merencanakan ketenaga kerjaan untuk masa depan melalui analisis pekerjaan harus dapat diperoleh gambaran tentang kemampuan para pekerja yang ada sekarang, arah dan kecenderungan perubahan dimasa depan yang dikatkan dengan dampaknya terhadap ketenaga kerjaan dimasa yang akan datang.

Kelima, analisis pekerjaan harus mampu mencocokan lamaran yang masuk dengan lowongan yang tersedia. Jika terjadi lowonganm biasanya lowongan itu harus diisi dengan segera, pengisian lowongan yang terjadi hanya dapat dilakukan dengan tepat apabila dua hal digabung secara tepat pula.

Keenam. Analisis pekerjaan sangat membantu dalam menentukan kebijaksanaan dan program pelatihan, program pelatihan yang bersifat praktis dalam arti kata berkaitan langsung dengan tugas pekerjaan tetap diperlukan menginggat bahwa pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh di lembaga pendidikan formal itu masih bersifat teoritikal.

Ketujuah, menyusun rencana pengembangan potensi para pelerja. Pengembangan itu beraneka ragam bentuknya. Teknik apapun yang digunakan, yang jelas ialah bahwa pengembangan itu harus mempunyai dua sasaran sekaligus yaitu satu pihak agar para pekerfja semakin mampu memberikan kontribusi dan dilain pihak agar mutu kekaryaan seseorang semakin meningkat yang pada giliranya memungkinkan pekerja yang bersangkutan memenuhi berbagai jenis kebutuhan.

Realisme menjasi lebih tepat ditonkolkan ketimbang standar yang idealistic karena berbagai pertimbangan, antara lain :

  1. Prestasi kerja berkaitan langsung dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai yang harus bersifat realistic pula.
  2. Keterbatasan kemampuan organisasi memberikan imbalan dan balas jasa
  3. Kemampuan para anggota organisasi menjalankan fungsi dan melaksanakan pekerjaannya.
  4. Memperhitungkan jenis pekerjaan yang dilakukan, misalnya apakah menuntut kemampuan fisik atau mental intelektual atau kedua-duanya.
  5. Criteria pengukuran prestasi kerja mengingat ada dua jenis pekerjaan tertentu yang hasilnya mudah diukur, sukar diukur dan bahkan ada pula yang tidak mungkin di ukur.

Kesembilan, informasi analisis pekerjaan sangat penting pula arti dan perannya dalam penempatan para pegawai agar benar-benar sesuai dengan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang dimilikinya.

Kesepuluh, Informasi tentang analisis pekerjaan juga sangat penting artinya dalam merumuskan dan menentukan system serta tingkat imbalan yang adil dan tepat.

Segi keadilan penting mendapat perhatian karena setiap manusia ingin merasa diperlakukan adil. Karena tidak mustahil bahwa perbedaan persepsi antara manajemen dapat para pekerjaan tentang keadilan dalam system penggajian dapat merupakan salah satu sumber konflik yang harus diatasi.

Para pekerja pada umumnya menggunakan tiga “alat” pembanding, yaitu :

1. Diri sendiri berdasarkan harapan-harapan

2. Diri sendiri dengan orang lain dalam organisasi

3. Diri sendiri dengan orang lain diluar organisasi

Terlepas dari keputusan kelompok pekerja mana yang hendak dianalisis, apakah pekerjaan yang bersifat teknikal, ketatausahaan atau manajerial, instrument pengumpulan informasi yang paling lumrah digunakan adalah kuesioner. Biasanya suatu kuesioner yang disusun untuk kepentingan pengumpulan informasi tentang pekerjaan mengandung paling sedikit lima hal yaitu :

1. Status informasi yang dimiliki sekarang dikaitkan dengan pekerjaan yang diidentifikasikan

2. Tugas dan tanggung jawab

3. Karakteristik insani

4. Kondisi kerja

5. Standar prestasi kerja

B. TEHNIK PENGUMPULAN INFORMASI

Pengumpulan informasi yang dapat digunakan untuk semua jenis pekerjaan dengan tingkat kecocokan dan efektifitas yang sama untuk diterapkan pada semua organisasi. Dalam menjatuhkan pilihan atau teknik atau teknik-teknik tertentu, berbagai dasar pertimbangan yang seyogyanya digunakan antara lain ialah factor waktu, factor biaya dan factor ketepatan informasi yang diperoleh.

Meskipun demikian teoari penelitian dan pengalaman memberi petunjuk bahwa para analisis dapat menggunakan berbagai teknik yang telah terbukti tepat digunakan seperti :

1. Wawancara

Dapat dikatakan bahwa teknik wawancara merupakan salah satu diantara sekian banyak teknik pengumpulan informasi yang paling sering digunakan.

2. Pandangan Pejabat Senior

Dua jenis manfaat dapat dipetik dengan menggunakan pendekatan ini, yaitu :

a. Pengetahuan dan pengalaman kedua kelompok tersebut membuat informasi yang dikumpulkan menjadi semakin lengkap.

b. Interaksi terjadi antara para pekerja senior, para atasan langsung dan analis pasti memperkaya pandangan tentang pekerjaan yang dianalisis, suatu hal yang tidak terjadi hanya dengan menggunakan teknik wawancara dengans alah satu pihak saja.

3. Kuisioner melalui Pos. pengumpulan informasi dengan mengirimkan kuesioner melalui pos juga merupakan teknik yang sering digunakan. Keuntungan penggunaan teknik ini antara lain ialah :

a. Biaya yang relative kecil

b. Jumlah responden dapat besar

c. Proses pengumpulan informasi dapat berlangsung cepat.

Kelemahan penggunaan teknik ini, sepe:

a. Jawaban yang tidak lengkap

b. Jawaban yang tidak akurat

c. Jumlah responden yang mengembalikan kuesioner yang tidak memungkinkan analisis yang sahih

4. Catatan Harian Pegawai teknik ini memang dapat memberikan informasi yang akurat apabila :

a. Para pegawai diharuskan membuat catatan harian tentang apa yang mereka kerjakan

b. Catatan harian tersebut mencakup kurun waktu yang relative panjang

Observasi teknik lain yang lumrah digunakan adalag pengamatan langsung oleh para analis atas pelaksanaan pekrjaan oleh para karyawan yang tugas pekerjaannya sedang dianalisis. Tanpa mengurangi manfaat penggunaan teknik inim perlu disadari bahwa teknik ini mengandung kelemahan juga antara lain :

a. Diperlukan biaya yang tidak sedikit

b. Proses pelaksanaannya makan waktu

c. kemungkinan informasi yang dikumpulkan tidak terlalu akurat karena para karyawan berusaha bekerja lebih keras, lebih baik dan lebih produktif sebab mereka menyadari bahwa cara kerja mereka sedang diamati oleh orang lain

5. Pengambungan berbagai teknik. Penggunaan gabungan beberapa teknik itu dimaksudkan untuk meningkatkan mutu informasi yang terkumpul, sekaligus mengurangi beban pembiayaan.

C. APLIKASI INFORMASI ANALISIS PEKERJAAN

Tepat tidaknya penggunaan satu atau gabungan beberapa teknik pengumpulan informasi dalam rangka analisis pekerjaan pada akhirnya harus dikaitkan dan diukur dengan aplikasi informasi yang diperoleh.

a. Uraian Pekerjaan, yang dimaksud dengan uraian pekerjaan ialah suatu pernyataan tertulus yang menguraikan berbagai segi suatu pekerjaan. Pada umumnya hal-hal yang diuraikan mencakup :

1. Nama Jabatan pelaksanaan pekerjaan tertentu

2. Kode pekerjaan

3. tanggal uraian pekerjaan dibuat

4. penyususn urain pekerjaan

5. lokasi pekerjaan dilakukan

6. pangkat pekerja

7. nama penyelia yang merupakan atasan langsung yang bersangkutan

8. uraian pekerjaan secara singkat

9. tugas yang dikerjakan

10. kondisi fisik tempat pekerjaan dilakukan

11. persetujuan penyelia guna menjamin ketepatan uraian pada butir-butir yang terdapat dalam lembar uraian pekerjaan tersebut.

b. Spesifikasi Pekerjaan

Pada dasarnya menyangkut profil suatu pekerjaan sedangkan dipihak lain. Spesifikasi pekerjaan menonjolkan karakteristik manusia yang diperlukan dalam melaksanakan suatu pekerjaan tertentu

c. Standar Prestasi Kerja. Ada paling sedikit lima alas an kuat untuk mengatakan demikian

1. standar prestasi kerja merupakan tolak ukur yang digunakan oleh atasan pekerja yang bersangkutan. Tolak ukur tersebut lebih menjamin penilaian objektif.

2. Standar prestasi kerja merupakan alat pengendali perilaku para pekerja, khususnya dalam hal terjadinya kesenjangan antara prestasi nyata dan standar yang telah ditetapkan

3. standar prestasi kerja berperan sebagai bahan korekasi terhadap penyimpangan atau devisiasi yang terjadi

4. standar prestasi kerja berguna sebagai bahan umpan balik bagi pekerja yang bersangkutan karena setiap pekerjaan memang berhak mengetahui penilaian atasan terhadap prestasi kerjanya.

5. standar prestasi kerja merupakan yang harus di usahakan pencapaiannya oleh setiap pekerja.

Untuk mengelola sumber daya manusia secara lebih efektif setiap organisasi mutlak perlu menciptakan suatu system informasi sumber daya manusia dalam organisasi.

Satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan. Langkah dimaksud berguna baik untuk kepentingan internal maupun eksternal.

D. UNSUR-UNSUR RANCANGAN BAGUN PEKERJAAN

Dalam melakukan rancang bagun pekerjaan ada tiga hal yang penting mendapat perhatian. Pertama, rancang bagun pekerjaan harus mencerminkan usaha pemenuhan tuntutan lingkungan organisasional dan keperilakukan terhadap pekerjaan yang dirancang bagun itu. Kedua mempertimbangkan ketiga jenis tuntutan tersebut berarti upaya diarahkan pada pekerjaan yang produktif dan memberikan keputusan pada pelakunya. Meskipun dapat dipastikan bahwa tingkat produktivitas dan kepuasaan itu tidak akan sama bagi setiap orang. Ketiga tingkat produktivitas dan keputusan para pelaksana harus mampu berperan sebagai umpan balik.

Rancang bagun pekerjaan yang dilakukan dengan baik dan tepat harus mempertimbangkan berbagai tuntutan yaitu tuntutan lingkungan organisasional dan keperilakuan ketiga factor itu pulalah yang dimaksud dengan unsure-unsur rancang bagun pekerjaan.

Unsur organisasional sesungguhnya seluruh unsur organisasional dari rancang bagun pekerjaan berangkat dari dan bermuara pada efisiensi kerja. Wahana utamanya adalah pendekatan yang mekanistik.

Tumbuh dan diaukuinya manajemen sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan antara lain ditandai oleh lahirnya apa yang sekarang dikenal dengan istilah “gerakan manajemen ilmiah”. Caranya ialah dengan mengurangi gerak-gerik pekerja yang tidak perlu bahkan “Gerakan manajemen ilmiah” tersebut sering pula disebut sebagai “Gerakan Efisiensi” pendekatan mekanistik yang digunakan oleh para pelapor “Gerakan Manajemen Ilmiah” dengan Erederick W. Taylor sebagai salah seorang tokohnya. Begitu pentingnya hasil studi tersebut sehingga sering orang memandangnya sebagai dasar rekayasa industrial yang banyak digunakan hingga sekarang ini.

Pendekatan mekanistik bermanfaat dalam rancang bagun pekerjaan yang sifatnya spesialistik dan repetitive. Pendekatan tersebut para pekerja terdorong untuk berusaha menhasilkan buah pekerjaan semaksimal mungkin.

Hal kedua yang merupakan unsur organisasional dalam rancang bagun pekerjaan adalah arus pekerjaan. Bentuk barang atau jasa yang dihasilkan memberi petunjuk tentang urutan dan keseimbangan antara berbagai jenis pekerjaan sedemikian rupa sehingga proses produksinya berlangsung dengan efisien.

Hal ketiga yang penting mendapat perhatian dalam rancangan bangun pekerjaan menyangkut kebiasaan – kebiasaan dalam organisasi dalam usaha dan keinginan manajemen untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi, tradisi dan kesepakatan bersama itu jangan sampai dilanggar. Jika akan terjadi perubahan sebaiknya itu jangan sampai dilanggar. Jika akan terjadi perubahan sebaiknya para pekerja diikutsertakan dalam memikirkan dan memutuskan perubahan yang akan terjadi.

Unsur lingkungan suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal adalah bahwa apa yang mungkin dan tidak mungkin dilakukan oleh suatu organisasi ditentukan pula oleh kondisi lingkungan dengan mana setiap organisasi pasti berinterasi.

Para perancang bangun pekerja harus segera meng interprestasikan keputusan ini dari paling sedikit tiga sudut pandang yaitu :

a. pekerjaan pekerjaan baru yang perlu diciptakan

b. Tersedia tidaknya tenaga pelaksana pekerjaan tersebut, baik di dalam maupun diluar organisasi

c.

E.

Kamis, 19 Maret 2009

makalah tenunan bima

TENUNAN BIMA



1. Pemintalan Benang
A. Pendahuluan
Sebagaimana daerah lain diIndonesia, Bima yang berada di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri dari dua daerah Otonomi yaitu ; Kota Bima dan Kabupaten Bima, di daerah ini terdapat industri kecil kerajinan (kerajinan menenun) yang bersifat home industri. Kegiatan menenun sampai abad ke 20 dikerjakan dengan bahan lokal yang bersumber pada “Safflower” (kapas) yang biasanya di tanam disekitar wilayah pemukiman penduduk baik di halaman maupun di daerah perkebunan sebagaimana tanaman yang sifatnya selingan. Pohon kapas sering ditanam pada akhir musim hujan dan dapat hidup bertahun tahun, bunga-bunga kapas yang dipetik dijemur beberapa hari sampai bisa mengembang dengan sempurna sampai terurai biji dan serat-serat kapasnya, kemudian dip roses dengan alat-alat yang sederhana. Jika dilihat dari kegiatan menenun orang Bima. Kegiatan menenun dilakukan setelah proses penanaman padi selesai sampai menunggu masa panen tiba. Sehingga mendorong dan memotivasi ibu-ibu untuk menenun dengan sungguh-sungguh sehingga kegiatan yang sudah masuk ketataran kegiatan yang bersifat intensif.
Pada zaman dahulu sekitar abad ke 18 dan 19 pekerjaan menenun biasanya banyak menghasilkan sarung dan kain yang bersifat lokal seperti tembe kafa nae, weri, pasapu muna dan lain-lain karena benang sangat sederhana, benang di peroleh dari kapas yang di tanam sendiri kemudian dipetik dan dijemur beberapa hari kemudian dip ital dan diuraikan dengan alat sederhana yang disebut lili (pemisah kapas dengan bijinya). Uniknya proses pemukulan kapas ini menghasilkan irama yang menarik untuk didengar, saling sahut menyahut antara rumah erumah, sebagai alas kapas yang dipukul adalah kulit kambing, kulit kuda atau kulut binatang lain yang disebut “Kapa Mbe’e atau Kapak Jara”

2. Celupan
Umumnya pulau sumbawa merupakan sumber bahan celupan dari dua tumbuhan disebut “ Nila (dau)” banyak terdapat dip agar-pagar rumah orang Bima dengan dominant warna Hitam kebiru-biruan. Celupan dan proses permintalan benang berlangsung puluhan tahun di Bima, akan tetapi dari hasil celupan ini mengalami perubahan karena telah ada vbahan celupan yang lebih memberikan perkembangan usaha pertenunan seperti Crayon, Acrilin, (arka Asam dan polyester) dengan perubahan ini tidak selurunya menghilangkan usaha tradisional namun secara sedikit demi sedikit dapat mengisihkan kegiatan tradisional menginggat kreatifitas dan produktivitas yang lebih menguntungkan. Diera moderen sekarang ini kegiatan celupan lokal ini masih ada disekitar daerah-daerah pedalaman seperti Donggo dan Ntonggu kabupaten Bima. Tetapi juga cara memberi warna dengan bahan-bahan alam, walaupn masyarakat setempat menggunakan bahan dasar alamiah yang tidak terlalu berbeda, melaluii pengetahuan yang baik secara kebetulan, pengalaman dan percobaan atau dengan cara diwariskan oleh orang tua, leluhur dalam keluarga besar misalnya :
a. Warna Biru Muda
Bahan yang digunakan adalah daunt arum, bahan potongan adalah kapur sirih, abu, buah kemiri menurut pengalaman bisanya 48 jam sampai 96 jam, kemudian di bubuhi sedikit kapur sirih, karangan yang terbaik adalah karangan gunung karena kurang mengandung garam.
Daun tarum di aduk, diremas sedemikian rupa sampai hancur, benang yang akan diwarnakan dimasukan bahan sari buah kemiri yang isinya ditumbuk halus maksudnya agar zat warna yang akan di campur nanti mudah diserap kedalam serat benang kemudian diangkat setelah kering dan ternyata warna biru ini belum sesuai dengan kehendak, maka proses pewarnaan dapat diulangi sekali lagi misalnya daunt arum yang tidak mencukupu lamanya waktu merendam yang belum cocok.



b. Warna Biru Tua
Bahan untuk membuat warna biru tua sama dengan membuat warna biru muda pada malam hari dibiarkan kena embun, sesudah benag direndang kedalam periuk tanah atau belangan berisi sari tarum, hasilnya warna benang akan menjadi biru tua.

c. Warna Hitam
Proses membuat warna hitam pada benang adalah merupakan kelanjutan dari warna biru muda dan biru tua, maka warna benang akan menjadi hitam, biru tua kemudian menjadi hitam membtuhkan waktu yang cukup lama.

d. Warna Coklat dan Merah
Warna coklat dan merah bahan dasarnya yang di gunakan alah kulit akar mengkudu, kulit pohon loba, dan daunnya yang kering ada yang menggunakan buah sirih dan kemiri, kulit mengkudu yang kering yang segar dapat digunakan, bahan lainnya seperti kulit loba, tepung kulit, mengkudu yang telah ditumbuk dimasukan kedalam periuk tanah, langkah berikutnya mencampurkan bahan menolong yang telah ditumbuk halus dan di aduk, direndam beberapa jam kemudian dijemur dimatahari sampai kering. Cara ini dapat dilakukan berulang-ulang samapai menghasilkan warna coklat atau merah yang dikehendaki.

e. Warna Kuning
Bahan dasar tradisional untuk memberi warna kuning pada benang tenun adalah kulit sejenis kayu yang menurut istilah setempat disebut kayu kuning, cara mewarnakan cara lain, di jemur d dan diulang proses yang sama beberapa kali.

3. Simbol Warna
Penenun bima, cenderung membuat tenunan dalam warna yang memiliki nilai popularitas yang lama berkesan, warna ini dihubungkan dengan keberuntungan lebih-lebih pada saat upacara pernikahan, ketika pengantin berbusana laksana ratu dan raja sehari, baju pengantin selalu berwarna merah. Selain warna merah warna merah dan dan keta tersebut adalah hasil penelitian dari peneliti jerman yang pernah tinggal lama di Bima dan pernah berkunjung ke Istana Sultan “Johanes Albert” pecinya alam dan penjelajah Jerman sekitar 1912, pada akhir warna-warna adalah adalah sebuah seni keindahan dan kesenangan sebagai perpaduan keinginan pribadi seseorang yang menghasilkan kepuasan di pelaminan warna selain itu warna putih pun mendominasi pakaian semua lembaga adapt di istana kerajaan disebut “Siki Lanta” yaitu paian dinas kerajaan jas tutup putih celana putih memakai sarung warna hitam atau biru dilengkapi weri, seni keta tetapi terkenal diminati sampai pertengahan abad ke 20
Kemudian dipadukan dengan warna “Bako” warna merah mudah dan berubah menjadi warna coklat ungu diartikan dengan pengendalikan dan kecerdasan. Bagi keluarga istana, warna kuning dan hijau diartikan dengan kesuburan hanya sebagai sebuah pendapat yang tidak perlu dipersoalkan.

4. Motif Sarung Bima
Keistimewaan dari tenunan Bima adalah menggunakan teknik hiasan dinding permadani untuk membuat motif segi enam yang besar pada pinggir kain “Salempa” yang dipakai mengelilingi pinggang atau diatas bahu. Hal ini membuktikan bahwa hubungan Bima dengan Jawa, walaupun pengetahuan orang Bima kurang disbanding dengan Sulawesi dan Bali “ Cheeks” (Ciri Khas) khusunya punya mereka sendiri. Cheeks dengan pita lebar yang berwarna merah secara kecil dan hemat disebut “Lopa” tukang tenun memperkenalkan garis panjang sempit sebagai “Penta” dan “Ngannto” dan berkenaan dengan panel dibelakang sebaya “Tinti”
Penel serupa dapat dilihat pada cheeks, bugis, dan jawa, pembeli dapat menampakan dan mengurangi motif dan corak yang da[at dimodifikasikan karena setiap bagian dari potongan yang cocock dapat dibagi kedalam bagian yang berbeda-beda dari cheeks. Tulisan dan hiasan tambahan lain (Buhlen dan Fischer 1979 : 159) perbedaan bahwa pola awal disebut Patola misalnya merupakan salah satu yang terpopuler dari seluruh kain impor dariIndia ke asia. Motif ini sering digunakan pinngir atau pola bagian tengah khususnya bagian belakang, sarung sebagaimana juga dengan melayu model dan susunanannya dari kelompok corak ini pada desain kain bima pada “Songket” dari melayu dan secara lokal dihubungkan dengan identitas muslim. Desain ini lebih menyerupai Tumpal di Indonesia walaupun motif segitiga barang kali lebih lama dikenal diasia tenggara walaupun motif lain seperti burung dan ayam yang ditambah bima. Kain lama dengan desain lama sering disimpan untuk represing masa-masa yang akan dating. Yang lebih menarik lagi adalah desain bunga merambat yang terkenal dengan bunga setako yang menjadi kenyataanya bahwa beberapa desain kain bima tidak ada gambar. Umat muslim tidak suka dengan patung dan berhala atau tempat-tempat pemujaan sebagaimana daerah lain seperti bali, di dalam seni ditumbuh suburkan Islam.

5. Wanita dan Tenunan
Tentu idientik dengan wanita karena di Bima kerjaan menenun dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja putrid sehubungan dengan itu dijaman dulu apabila seorang wanita siap untuk dikwinkan maka lebih dahulu harus mampu menghasikan kain tenunan yang bagus mahir menenun dan memiliki peralatan tenun yang bagus dengan mendengarkan lentingan indah alat tenun yang dimainkan si gadis. Hasil tenun berupa sarung atau Salampe dijadikan sebagai alat perkenalan keduanya walaupun belum pernah berjumpa sebuah kisah pemuda yang ingin meminang seorang gadis membacakan sebuah sair ketika sang gadis sedang melakukan pekerjaan menenun.

KERAJAAN BIMA

KERAJAAN BIMA

Letak Geografis

Bima adalah Kabupaten Daerah Tingkat II di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan kerajaan yang terpenting di pulau Sumbawa maupun di kawasan pulau-pulau Sunda Kecil pada kurun waktu abad ke I7-19. Dengan terbentuknya Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat melalui UU No. 64/1958, maka sebagian besar wilayah kerajaan Bima yang pada waktu itu masih berstatus sebagai Swapraja menjadi wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bima dengan ibukotanya di Raba-Bima. Batas wilayahnya di sebelah utara Laut Flores, sebelah selatan Samudera Hindia, sebelah timur Selat Sape, sedangkan batas sebelah barat adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Dompu. Secara fisiografi terletak pada 117’ 40’ 19° 10’ Bujur Timur dan 70° 30’ - 70° 91’ Lintang Selatan. Daerah Tingkat II ini terbagi menjadi 10 kecamatan yaitu kecamatan Monta, Bolo, Woha, Bebo, Wawo. Sape, Rasanae, Do`nggo dan Sanggar, meliputi 12 kelurahan dan 131 desa atau 436 dusun (Iingkungan). Luas wilayahnya 459.690 km persegi atau sama dengan dua puluh persen dan luas wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagian besar terdiri dan dataran tinggi dan hanya 138.924 km persegi berupa dataran rendah.

Kerajaan Bima merupakan salah satu diantara 6 kerajaan yang pernah ada di pulau sumbawa yaitu Dompo Sanggar, Tambora, Papekat, Sumbawa dan Bima. Sejak kapan dan bilamana kerajaan Bima didirikan dan oleh siapa belum ada sumber yang pasti. Dalam kitab Nagara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca tahun 1365 M. di sebutkan bahwa Taliwang, Dompo, Sape, Sanghyang, Api, Bima, Seram atau Seran, Hutan Kadali termasuk dalam wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit. Meskipun ahli-ahli arkeologi dan sejarah berpendapat bahwa nama-nama tersebut berlokasi di puau Sumbawa ataukah sebagai tempat singgah (pelabuhan para pelaut yang kemudian ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh para peneliti asing diperoleh informasi bahwa pada abad ke-19 wilayah kerajaan Bima meliputi: bagian timur pulau Sumbawa, Flores Barat (Manggarai) dan pulau-pulau kecil di Selat Alas dan sekitarnya. Menurut catatan Van Dijk pulau-pulau kecil itu berjumlah sekitar 66 buah.

Adapun luas kerajaan Bima sebagaimana tercantum dalam penjelasan kontrak antara Gubernur Celebes en Onderhoorigheden dengan sultan Bima pada tahun 1886 seluruhnya adalah 156 mil persegi dengan rincian di pulau Sumbawa ditambah dengan pulau-pulau kecil disekitarnya (kecuali Flores) adalah 71,5 mil persegi, dan di pulau Flores seluas 84,5 mil persegi.

Bima Sebelum Islam.

Tidak banyak yang dapat diungkapkan mengenai situasi dan kondisi Bima sebelum Islam, karena sumber-sumber yang berkenaan dengan periode tersebut masih langka. Kelangkaan sumber mungkin karena daerah Bima dan sekitarnya memang miskin dengan data sejarah dan arkeologi atau karena belum pernah dilakukan penelitian secara intensiv berkenaan dengan aspek kesejarahan maupun kepurbakalaannya. Orang-orang Belanda baru manaruh perhatian terhadap pulau Sumbawa pada abad ke-l7, sebelumnya mereka tidak pernah menganggap penting baik dari segi politik maupun perdagangan. Chambert Loir menghubungkan kelangkaan sumber itu karena perhatian orang-orang Belanda terhadap pulau Sumbawa lebih bersifat politik daripada dagang, selain itu pula usaha penelitian tidak dirangsang oleh aktivitas kebudayaan atau agama, sehingga pulau itu tidak menjadi sasaran penelitian yang mendalam.

Berdasarkan data etnografi diduga masyarakat Bima sebelum Islam seperti halnya orang-orang Donggo, yakni penduduk asli daerah Bima yang sekarang bermukim di pegunungan Lambitu dan Soromandi. Mereka memuja pada sejumlah benda yang dianggap mengandung kekuatan gaib, makhluk-makhluk supranatural (henca), dan roh-roh nenek moyang yang disebut parafu-pamboro. Seperti halnya orang-orang Donggo diduga masyarakat Bima pra-Islam terdiri dari berbagai kelompok yang dipimpin oleh kepala-kepala suku mereka yang disebut Ncuhi.

Ahmad Amin Menyebutkan; Bahwa kira-kira tahun I557 datang seorang dari Jawa dan kelima Ncuhi sepakat untuk rnengangkat orang tersebut menjadi raia Bima dengan gelar Sangaji. Menurut Bouman, para Ncuhi itu sehenarnya adalah tuan-tuan tanah yang berkuasa di wilayah masing-masing yang kemudian dipersatukan oleh Maharaja Sang Bima menjadi satu corak kerajaan yang bercorak kehinduan.

Keberadaan pengaruh Hindu, baik agama Hindu maupun agama Budha di daerah Bima dan sekitarnya tidak diragukan lagi, sebab hal itu didukung oleh data sejarah maupun bukti-bukti arkeologis. Permasalahannya adalah sejak kapan atau bilamana pengaruh Hindu itu muncul dan apakah kerajaan Bima yang dibangun oleh Sang Bima itu merupakan kerajaan yang berdaulat atau sebuah negara vazal (taklukkan) kerajaan-kerajaan Hindu-Jawa belum dapat dipastikan meskipun data sejarah dan bukti arkeologi yang ditemukan di Bima memberikan indikasi adanya hubungan Bima dengan pulau Jawa.

Bima Dalam Jaringan Pelayaran Perdagangan Nusantara

Berbicara mengenai posisi Bima dalam jaringan pelayaran serta keterlibatannya dalam aktivitas perdagangan, erat kaitannya dengan pembicaraan mengenai posisi serta kedududukan wilayah Nusa Tenggara dalam lintas pelayaran-perdagangan nusantara dimana pulau Sumbawa (termasuk Bima) di dalamnya. Kawasan Nusa Tenggara, mulai dan pulau Bali diujung barat sampai pulau Timor diujung timur terbentang pada jalur pelayaran-perdagangan nusantara yang diperkirakan sudah digunakan sejak abad ke-14. banyak sekali Negara-Negara yang mempergunakan jalur tersebut untuk berdagang dan salah satunya adalah cina. Jalur-jalur pelayaran orang-orang cina ke Timor adalah dengan alasan mengingat pulau Timor dan Sumba memiliki produk andalan yang tidak dapat diperoleh ditempat lain, yakni kayu cendana. Menurut Meilink Roelofsz, aktivitas perdagangan Malaka ini menyebabkan Islam tersebar luas. Dan dalam hubungan ini pula perdagangan tampaknya menjadi faktor penting dalam Islamisasi di seluruh Nusantana.

Posisi Bima dalam lintas pelayaran-perdagangan antara Malaka-Maluku atau sebaliknya serta keterlibatannya dalam aktivitas perdagangan mendorong munculnya Bima sebagai kota bandar maupun sebagai kota pusat kerajaan yang terpenting di kawasan Nusa Tenggara, sekaligus mempercepat proses Islamisasi dan munculnya Bima sebagai kerajaan Islam. Dengan kata lain proses Islamisasi di daerah Bima dan sekitarnya erat kaitannya serta didorong oleh

Keterlibatan Bima dalam, perdagangan regional maupun internasional yang pada waktu itu telah didominasi oleh pelaut-pelaut dan pedagang-pedagang islam. Setelah Bima muncul sebagai kerajaan Islam datanglah para ulama dan mubalhig Islam dari berbagai daerah maupun dari mancanegara seperti Syeh Umar Al Bantami, ulama Arab yang datang dari Banten, Dato ri Bandang dan Dato ri Tiro; masing-masing berasal dari Minangkabau dan Aceh yang datang dari Makassar, Kadhi Jalaludin dan Syeh Umar Bamahsun, keduanya dari Arab. Mereka datang ke Bima untuk menyebarkan agama Islam atau karena sengaja diundang oleh penguasa (sultan) rnenjadi guru sultan dan keluarganya. kemudian diangkat menjad mufti (penasehat) kerajaan.

Hubungan Bima dengan Kerajaan-kerajaan Sekitarnya

Di dalam Bo kerajaan Bima disebutkan bahwa hubungan Bima dengan Pulau Jawa telah berlangsung sejak abad ke-10, pada waktu Raja Batara Mitra pergi ke Jawa dan disana ia kawin dan mendapatkan seorang anak bernama Manggampo Jawa. Setelah Batara Mitra meninggal di Jawa, Manggampo Jawa pulang ke Bima menggantikan ayahnya menjadi raja. Dari Jawa Ia membawa serta seorang pande bernama Ajar Panuh yang kemudian mengajar orang-orang Bima membangun candi, membuat batu bata dan mengajarkan kepandaian baca tulis.

Setelah Majapahit runtuh dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam, hubungan ekonomi perdagangan antara Bima dengan Pulau Jawa dan daerah-daerah lain di kawasan barat Nusantara tetap berlangsung. Tome Pires menyebutkan bahwa kapal-kapal dari Malaka dan Jawa yang berlayar ke Maluku untuk mencari rempah-rempah singgah di Bima untuk berdagang dan mengambil air minum, bahan makanan untuk melanjutkan pelayaran mereka. Hubungan pelayaran-perdagangan ini selain mendorong munculnya Bima sebagai salah satu Bandar yang terpenting di kawasan Nusatenggara, juga mendorong munculnya Bima sebagai kerajaan dan pusat penyiaran Islam di kawasan itu.

Selain itu Bima pun menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, terutama kerajaan Gowa dan Tallo. Kapan hubungan itu mulai berlangsung belum dapat ditentukan secara pasti. Dalam bo kerajaan Bima disebutkan bahwa raja Bima, Manggampo Donggo belajar cara-cara mengendalikan pemerintahan yang kemudian berkembang menjadi tata hadat yang berlaku di kerajaan Bima dikemudian hari dari kerajaan Gowa. Sejak itu pula hubungan dengan kerajaan Gowa dan Tallo berlangsung hingga terjalin hubungan keluarga rnelalui perkawinan.

Pemerintahan

Pemerintahan kerajaan Bima terdiri atas seorang raja yang bergelar sultan yang dalam bahasa daerah disebut Runia Sangaji Mbojo. Sultan Bima dalam mengendalikan pemerintahan dibantu oleh Dewan Kerajaan yang disebut Hadat. Keberadaan raja atau sultan dan Dewan Hadat itu merupakan hal yang umum dalam struktur pemerintahan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, meskipun dengan penyebutan yang berbeda-beda sesuai dengan tradisi masing-masing. Di kerajaan Gowa, Dewan Kerajaan semacam itu dikenal dengan Batte Salapang, sedangkan di kerajaan Bone dengan nama Arung Pitue. Sultan dalam pandangan masyarakat Bima masa lalu dianggap sebagai wakil tuhan. Anggapan itu mengandung makna bahwa mentaati perintah raja atau sultan merupakan suatu kewajiban. Sedangkan menentang terhadap perintahnya berarti menentang perintah tuhan.

Sultan diwajibkan di istana (Asi) karena istana merupakan pusat pengendalian kekuasaan, agama, dan kebudayaan, termasuk didalamnya kesenian. Di istana itu pula majelis hadat mengadakan musyawarah terutama pada tiga hari besar kerajaan, yaitu hari raya Idul Fitri, Idul Ad’ha dan Maulud Nabi.

Kesultanan Bima Dalam Abad Ke-19

Seperti halnya Sumbawa, di Kesultanan Bima pada abad ke-19 struktur birokrasi tidak ada perubahan yang menonjol, raja bergelar sultan dan berada di puncak hirarki kekuasaan. Ia didampingi oleh sebuah Dewan Hadat yang dipimpin oleh Raja Bicara atau Ruma Bicara sebagai mangkubumi. Sultan dipilih oleh Dewan Hadat atas dasar keturunan dinasti sang Bima.

Tetapi pada pelaksanaannya, Kesultanan Bima tidak diikat oleh suatu hukum administrasi kesultanan yang tertulis. Hukum itu hanya menampakkan diri dalam bentuk tata kerja yang mengikat pelaksanaan tugas majelis “hadat” dan majelis hukum. Pelaksanaan lembaga “Hadat” dan “hukum” masing-masing dinamakan “syara-syara” dan ‘syara hukum”. Pengertian syara-syara berarti keseluruhan tugas pokok majelis “hadat” dalam menyelenggarakan pemerintahan kesultanan.

Daftar Pustaka

Tawaluddin Haris, Susanto Zuhdi, Triana Wulandari, Kerajaan Tradisional Di Indonesia: Bima, Jakarta, CV Putra Sejati Raya, 1997.